Ketua Komisi B Saiful S.Sy: "Kami akan panggil Dinas Kesehatan dan RSUD maupun penerima Mobilnya,".

Kebumen, Jawa Tengah - Aroma kurang sedap melanda RSUD Prembun dan RSUD Sudirman Kebumen,Ketidaknetralan Oknum Para Pegawai Direksi RSUD Prembun dan RSUD Sudirman Kebumen sangat disayangkan oleh Ketua-
DPC  LPKSM Kresna Cakra Nusantara Kabupaten Kebumen, Sugiyono, pasalnya, Kedua RSUD tersebut diduga melakukan tindakan yang diduga menguntungkan bagi salah satu pasangan calon (Paslon)  bupati dan wakil Bupati pada pilkada Kebumen tahun 2024.
Hal tersebut semestinya tidak dilakukan oleh kedua jajaran Direksi RSUD tersebut dalam masa kampanye pilkada berlangsung, terlebih dimasa tenang, semestinya Kedua RSUD tersebut jeli dalam membaca situasi dan kondisi politik di lingkungan tugasnya, serta mempertimbangkan dampak pelanggaran hukum dan kode etik pejabat publik, PNS/ASN yang mungkin saja bisa dilanggar.

Berdasarkan data yang dihimpun Awak Media bersama Tim Investigasi LPKSM Kresna Cakra Nusantara, diketahui kedua RSUD tersebut diduga menggunakan anggaran RSUD untuk belanja satu unit mobil Grandmax untuk dihadiahkan kepada salah satu desa yang diduga merupakan pendukung/simpatisan Salah satu Paslon.

"Saya selaku kontrol sosial politik sangat menyayangkan atas prilaku para Oknum Pejabat RSUD PREMBUN maupun RSUD Sudirman Kebumen dan DINKES, yang terkesan tidak netral di masa tenang, malah di manfaatkan untuk kegiatan seperti itu," ujar Sugiyono.

Sugiyono juga menyesalkan sulitnya Dirut RSUD untuk ditemui, sebab rangkap jabatan. Diketahui bahwa Dirut RSUD rangkap jabatan di dua RSUD, Kabid pelayanan di RSUD Sudirman dan sebagai Dirut di RSUD Prembun.

"Yang seharusnya sebagai Dirut Stanby di RSUD Prembun untuk memaksimalkan pelayanan kesehatan masyarakat, tidak perlu rangkap rangkap jabatan kaya gitu, jadi tidak maksimal kerjaannya,  kayak nggak ada orang lain saja," Imbuhnya.

Kepada Tim, Kabag TU RSUD Prembun Dian Nurlita saat ditemui diruangnya mengakui adanya belanja mobil tersebut, Dian menjelaskan, bahwa mobil Daihatsu grandmax tersebut setelah dibeli lalu diserahkan ke pendopo untuk didistribusikan ke Desa, mobil tersebut masih merupakan aset milik RSUD dan hanya di bon pinjamkan ke desa, bukan diberikan sebagai hadiah atau dimiliki sebagai aset Desa.

 "ketika ada Desa yang  mengajukan proposal karena anggaran kita mampu ya kita berikan, Desa yang kebetulan mengajukan saat ini hanya Desa Wergonayan, proposal itu diajukan melalui pendopo kemudian di dispo ke RSUD, mobil itu sekarang ada di Desa Wergonayan Kecamatan Mirid Kabupaten Kebumen," ujar Dian. (5/12).

Hal tersebut dibenarkan oleh Kades Wergonayan, saat dikonfirmasi Tim di kediamannya, Kades mengaku mobil Daihatsu grandmax tersebut hanya di bon pinjamkan untuk keperluan warganya.

"Proposal itu pengajuannya sudah lama mas, jauh jauh hari sudah saya gembar gemborkan sama masyarakat supaya ikut saya mas, Alhamdulillah Empat TPS termasuk menang disini mas, ya saya malu kalau ngga apa mas," kata kades sambil tertawa, (5/12).

Menanggapi dugaan ketidak netralan dan dugaan pelanggaran Kode etik pejabat PNS kedua RSUD tersebut, Ketua DPRD Kabupaten Kebumen H. Saman Halim Nurrohman  menyampaikan, bahwa pihaknya akan segera berkoordinasi dengan komisi yang membidangi dan segera akan agendakan untuk memanggil Kedua RSUD tersebut untuk dimintai Keterangan dan Hasilnya akan diserahkan kepada Bupati untuk pelanggran yang ditemukan.

Terpisah, Ketua komisi B, dari Fraksi PKB, Saiful Anwar S.Sy, saat dihubungi Tim menegaskan bahwa, pihaknya dalam waktu dekat akan segera mempelajari dugaan permasalahan tersebut, Saiful menduga RSUD ini seperti dikendalikan oleh seseorang.

"Dalam waktu dekat kami akan panggil dinas kesehatan dan rumah sakit maupun penerima mobilnya. Saya menduga RSUD ini dikendalikan oleh seseorang, akan kita evaluasi lebih dalam,  kalau BLUD kan mandiri sifatnya, ini seolah olah kayak ada yang mengendalikan, kalau BLUD itu memang benar ada kewenangan Rumahsakitnya, tetapi BLUD kan hanya melaksanakan sesuai tupoksi untuk mensejahterakan dan membawa kemandirian RSUD itu sendiri, kalau ada semacam titipan mobil, saya ada indikasi kayak ada semacam titipan seseorang, baik itu Kepala Dinas ataupun Pejabat PNS yang lain," Kata Saiful melalui telepon selulernya (6/12).

Supriyono, S.H., M.H., selaku advokat dan selaku ketua tim hukum dan advokasi PDI Perjuangan Kabupaten Kebumen  menyikapi tuduhan/dugaan pelanggaran pemilu oleh RSUD Sudirman dan Prembun perlu Klarifikasi apakah dugaan tersebut memenuhi unsur formil dan materiil atau tidak, disamping itu pula pemilu dilaksanakan tgl 27 November 2024 dan sekarang sudah tanggal 6 Desember 2024 sehingga hak untuk mengadukan ke bawaslu sudah lewat waktu.

Pantauan Awak Media, Faktor penyebab pelanggaran netralitas ASN diantaranya kurangnya pengawasan dan rendahnya sanksi terhadap pelanggar. Berdasarkan pantauan Awak Media, pada beberapa kali pelaksanaan pemilu di tingkat Kabupaten maupun Provinsi, Faktor utama penyebab ASN tidak netral disebabkan adanya intervensi atasan, karena ASN bekerja dan dipimpin oleh seorang pimpinan.

Pengawasan yang kuat disertai dengan penerapan sanksi menjadi kunci untuk memastikan netralitas ASN dalam pemilu dan pemilihan. Para pimpinan kementerian/lembaga menyadari hal tersebut. Mereka tak menghendaki aparatur dalam lingkungan kerjanya tersangkut masalah netralitas yang menyebabkan tugas dan fungsi sebagai ASN akan terganggu.

Untuk mencegah adanya ASN tidak Netral, para pimpinan lembaga dalam berbagai kesempatan baik formal maupun non formal senantiasa mengingatkan para bawahannya agar berlaku adil, bersikap profesional dan non partisan dengan mematuhi ketentuan perundang-undangan, sehingga dengan sikap demikian netralitas ASN tetap terjaga.

Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2014, Pasal 2 huruf f tentang ASN jelas tertera, asas, prinsip, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku penyelenggaraan kebijakan, manajemen ASN salah satunya berdasarkan asas netralitas. Bahkan dalam pasal 280 ayat (2) UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Selain ASN, pimpinan Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi sampai perangkat desa dan kelurahan dilarang diikutsertakan dalam kegiatan kampanye. Jika pihak-pihak disebutkan tetap diikutsertakan dalam kampanye, maka akan dikenakan sanksi pidana kurungan dan denda.

Sanksi tersebut tertuang, dalam Pasal 494 UU 7 tahun 2017 yang menyebutkan, setiap ASN, anggota TNI dan Polri, kepala desa, perangkat desa, dan/atau anggota badan permusyawaratan desa yang terlibat sebagai pelaksana atau tim kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

Terbitnya PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil telah memberikan dukungan dalam penegakan netralitas PNS. PP Nomor 94 Tahun 2021 mengatur lebih rinci larangan bagi PNS terkait netralitas dalam pemilu dan pemilihan yang sebelumnya tidak diatur dalam  PP Nomor 53 Tahun 2010.

Dalam ketentuan Pasal 5 huruf n PP Nomor 94/2021 disebutkan ASN dilarang memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota DPR, calon anggota DPD, atau calon anggota DPRD dengan cara: 1). Ikut kampanye; 2). Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS; 3). Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; 4). Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara; 5). Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye; 6). Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat; dan/atau 7). Memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk.

Terhadap pelanggaran netralitas ASN tersebut diatas, dapat dikenakan hukuman disiplin berat sebagaimana ketentuan pasal 8 ayat 4 PP Nomor 94 tahun 2021 berupa a). Penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 (dua belas) bulan; b). pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 (dua belas) bulan; dan c. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.

Sebagai langkah pencegahan yang dilakukan pemerintah menjelang pemilu dan pemilihan serentak yang akan berlangsung tahun 2024, Pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pemberdayaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Kepala Badan Kepegawaiann Negara dan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor: 2 Tahun 2022, Nomor: 800-5474 Tahun 2022, Nomor: 246 Tahun 2022, Nomor: 30 Tahun 2022, Nomor: 1447.1/PM.01/K.1/99/2022 tentang pedoman pembinaan dan pengawasan netralitas pegawai Aparatur sipil Negara (ASN) dalam penyelenggaraan pemilihan umum.

(Dir/Tim)
Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama